Jeritan Subussalam – Usulan 1 Orang 1 Akun di Tiap Medsos Wacana pembatasan penggunaan media sosial kembali menyeruak setelah sejumlah pihak melontarkan usulan agar setiap warga negara hanya diperbolehkan memiliki satu akun resmi di tiap platform media sosial. Usulan ini diyakini dapat menekan penyebaran hoaks, ujaran kebencian, hingga praktik penipuan daring yang marak belakangan ini. Namun, di sisi lain, gagasan tersebut juga memunculkan pro-kontra, terutama menyangkut kebebasan berekspresi dan privasi pengguna.
Baca Juga: Hina Suku Dayak Rizky Kabah Bakal Dihukum Adat Capa Molot
Latar Belakang Usulan
Gagasan ini pertama kali disampaikan dalam sebuah forum diskusi publik mengenai keamanan digital yang diselenggarakan di Jakarta, awal pekan ini. Beberapa pakar keamanan siber menilai, banyaknya akun ganda—atau bahkan anonim—menjadi celah besar bagi pelaku kejahatan siber maupun penyebar konten negatif.
“Dengan adanya aturan 1 orang 1 akun, identitas akan lebih mudah diverifikasi. Jika ada penyalahgunaan, pelacakan pun jadi lebih cepat,” ujar salah satu pakar keamanan siber.
Potensi Manfaat
-
Memudahkan verifikasi identitas – Satu akun resmi akan membuat sistem verifikasi lebih kuat dan mengurangi penyalahgunaan data.
Suara Kritik dan Kekhawatiran
Meski terlihat menjanjikan, usulan ini memunculkan berbagai kritik. Aktivis kebebasan digital menilai, penerapan kebijakan semacam itu bisa mengarah pada pembatasan kebebasan berekspresi.
“Media sosial pada dasarnya memberi ruang bagi orang untuk mengekspresikan diri, bahkan dengan identitas yang tidak harus selalu sesuai KTP.
Selain itu, isu privasi data menjadi sorotan utama. Sistem yang mengharuskan pengguna mendaftarkan identitas resmi berpotensi menimbulkan kebocoran data pribadi, apalagi jika infrastruktur keamanan belum kuat.
Tantangan Implementasi
Dari sisi teknis, penerapan aturan ini dipandang tidak sederhana. Platform media sosial global seperti Facebook, Instagram, atau X (Twitter) memiliki kebijakan internal tersendiri, yang belum tentu sejalan dengan aturan lokal.
“Kalau pemerintah mewajibkan, maka harus ada kerja sama intensif dengan penyedia platform. Ini bukan hal mudah, karena menyangkut regulasi internasional,” ujar seorang analis media digital.
Selain itu, masih ada kebutuhan nyata bagi sebagian orang untuk memisahkan akun, misalnya antara akun pribadi dan akun profesional, atau akun bisnis.
Pelajaran dari Negara Lain
Beberapa negara pernah mencoba kebijakan serupa, misalnya Korea Selatan yang pada 2007 menerapkan sistem real-name verification untuk komentar daring.
Hal ini menjadi catatan penting bahwa penerapan aturan 1 orang 1 akun bukan tanpa risiko hukum dan sosial.
Apa Selanjutnya?
Pemerintah belum secara resmi mengeluarkan pernyataan mengenai usulan ini. Namun sejumlah anggota parlemen menyebut, topik tersebut menarik untuk dikaji dalam penyusunan regulasi baru terkait keamanan digital.
“Usulan ini bisa jadi bahan diskusi. Tapi tentu harus hati-hati, jangan sampai tujuan mulia mengurangi hoaks justru menimbulkan masalah baru,” ujar seorang legislator.
Masyarakat sendiri masih terbelah. Sebagian mendukung demi keamanan digital, sementara yang lain khawatir ruang kebebasan akan semakin menyempit.